Sebelum melanjutkan tulisan singkat ini, saya mau kasih tahu kalau beberapa konten yang ada di blog ini sebenarnya sudah ada di blog lama saya yang sudah pernah saya buat di alvianwidyatama(dot)my(dot)id yang sudah dinonaktifkan. Konten lama di blog tersebut tetap saya masukan kesini di blog baru alvianwidyatama.com ini.
Okay, lanjut ke bahasannya. Jadi pada awalnya semenjak tahun 2019-awal 2024 lalu saya emang bersikeras untuk tidak menggunakan apalagi mengunduh salah satu aplikasi yang sedang banyak dipakai oleh orang-orang saat ini, terutama oleh Gen-Z, yaitu TikTok.
Dulu kalau saya berpikir tentang aplikasi TikTok, yang pertama terlintas di kepala saya itu ya paling isinya orang joget-joget gak jelas, gak ada maknanya sama sekali, semuanya nonsense. Selain itu, TikTok ini banyak sekali opini-opini yang bisa dibilang aneh, nyeleneh, tidak masuk akal, dan (maaf)… bodoh.
Bicara soal sosial media, saya sendiri lebih sering menggunakan platform seperti Twitter atau X dan Instagram. Mungkin blog ini termasuk salah satu platform yang saya gunakan untuk mengeluarkan uneg-uneg, opini atau hal apapun. Saya juga punya pernah menggunakan Facebook tapi sudah sangat jarang sekali, paling sebatas untuk cek informasi di salah satu komunitas kereta api saja.
Kalau Twitter (X), sering sekali saya pakai buat update informasi, beropini, dan kadang buat sambat. Hehehe. Karena kalau sambat di Instagram entah kenapa jadi terlihat kurang elegan gitu. Tentu saja saya tidak mau kehilangan banyak teman hanya karena saya sering mengeluh atau sambat di media sosial, terutama di Instagram. Jelas sekali orang akan gerah melihatnya. Terlebih lagi, saya juga termasuk orang introvert yang circle pertemanannya kecil banget. Makin kesini makin bisa dihitung dengan jari. Jadi bingung kan mau mengeluh atau sambat kepada siapa lagi.
Balik lagi ke soal TikTok, jujur saja saya juga mulai mencoba untuk merambah ke dunia content creator, walaupun belum saya jalankan secara serius. Awalnya saya buat konten di blog yang lama, terkadang ada hasil yang cukup menggembirakan namun juga ada yang tidak. Saya juga sudah mengupayakan buat menyebarkan konten blog saya ke berbagai platform terutama Twitter (X), Instagram hingga Facebook. Namun hasilnya tidaklah signifikan.
Selain itu saya juga mencoba untuk membuat konten video di Instagram. Tapi hasilnya tidak menggembirakan. Sebenarnya lebih karena memang belum ada niatan yang serius untuk membuat konten video karena effort-nya yang memang lebih besar.
Suatu hari saya sempat bertanya kepada kawan online di aplikasi terkait soal bikin konten ini. Mending di Instagram atau di TikTok? Dia menjawab: TikTok. Awalnya saya skeptis soal hal ini. Terlebih lagi karena saya sering pakai Twitter (X), ada cukup banyak yang memang beropini di Twitter kalau TikTok ini dipenuhi oleh orang yang…. begitulah. Bikin geleng-geleng kepala pokoknya. Apalagi pas baca komentar di suatu kontennya.
Akhirnya pada suatu ketika di tahun 2024 ini, sekitar bulan April lalu, saya mencoba untuk menggunakan aplikasi TikTok yang sempat saya anggap isinya kebanyakan sampah ini. Awalnya saya agak bingung mau diisi dengan konten apa saja di akun TikTok saya ini. Namun pada akhirnya saya memutuskan buat mengisi akun saya dengan konten kereta api, kulineran, rekomendasi tempat, jalan-jalan, dan lain-lain. Ya kurang lebih seperti blog ini, tapi lebih banyak konten video atau foto layaknya di Instagram.
Pada awal saat saya menggunakan aplikasi TikTok, saya sering memberikan like pada konten yang terkait kereta api, rekomendasi kulineran, dan lain-lain yang menjadi interest saya. Alhasil yang sering bermunculan di FYP (for you page) saya tentu saja tentang hal tersebut. Setelah saya perhatikan lama kelamaan apa yang muncul di FYP tersebut tidak jauh berbeda dengan yang ada di Instagram. Jadi kalau menurutku sih, ya pandai-pandainya aja buat memfilter konten yang memang nggak memberikan value added buat pribadi sih.
Beberapa bulan kemudian di bulan Mei hingga Juni lalu, saya jadi sering buka konten di TikTok ketimbang di Twitter karena memang lebih banyak konten yang menarik dan bisa bikin ketawa menurutku. Sebaliknya di Twitter justru malah bikin pusing wkwkw. Tapi bukan berarti saya nggak suka dengan konten yang bermunculan di Twitter, justru di Twitter kita bisa diajak buat berpikir secara kritis. Sementara di TikTok lebih ke hiburan, tapi banyak juga konten yang mengajak untuk berpikir kritis dan untuk berdiskusi sebenarnya. Tapi ya gara-gara ulah komentar netizen sampah itu jadinya tercemar deh.
Konten yang saya unggah kebanyakan soal kereta api untuk saat ini, rencana mau tambah juga ke konten kuliner, rekomendasi tempat-tempat buat liburan, places to go, transportasi umum, dan masih banyak lagi.
Dari beberapa konten video yang saya unggah, jujur saya nggak ngerti lagi sama konten yang saya buat di bawah ini. Tiba-tiba viral dan banyak yang nge-likes, komentar dan share.
Jadi konten di bawah ini saya buat karena benar-benar gerah sama transportasi umum yang ada di Depok, khususnya angkot. Angkot di Depok itu nggak ada yang benar. Angkot bobrok, mogok, layanan jelek, sering ngetem, dan masih banyak lagi. Namun di bulan Juni lalu, muncullah sebuah keajaiban di Depok yaitu dengan munculnya angkot AC Depok dengan rute Terminal Depok-Terminal Jatijajar, bernomor rute D.10A. Karena hal ini menarik, akhirnya saya buatkan kontennya.
Selain itu, saya juga membuat konten-konten lainnya di luar pembahasan yang berkaitan dengan kereta api atapun transportasi umum. Salah satunya yaitu Solo Place to Go di Galeri Lokananta. Di bulan Mei lalu, saya berkesempatan untuk melakukan solotrip ke Solo dan mampir ke Galeri Lokananta ini.
Nah, buat kalian, boleh lah ya mampir ke TikTok saya disini:
https://www.tiktok.com/@alviansyah.k
Semoga saja saya bisa konsisten bikin konten yang positif dan tentunya bermanfaat, berfaedah dan bisa memberikan value added di TikTok ini.